TERBARU :
السلام عليكم ورحمة الله تعالى وبركاته# بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه التصوف الإسلامي هو مقام الإحسان الذي قال عنه رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراكِ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيَّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةٍ تُنْجِينَا بِهَا مِنْ جَمِيعِ الْمِحَنِ وَالإِحَنِ وَالأَهْوَالِ وَالْبَلِيَّاتِ وَتُسَلِّمُنَا بِهَا مِنْ جَمِيعِ الْفِتَنِ وَالأَسْقَامِ وَالآفَاتِ وَالْعَاهَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيعِ الْعُيُوبِ وَالسَّيِّئَاتِ وَالآفَاتِ وَالْعَاهَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيعَ الْخَطِيئَاتِ وَتَقْضِي لَنَا بِهَا جَمِيعَ مَا نَطْلُبُهُ مِنَ الْحَاجَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ يَا رَبِّ يَا الله يَا مُجِيبَ الدَّعَوَاتِ.... " اهـ . [ من صلوات العارف الرباني الإمام الغوث الصمداني عبد القادر الجيلاني - رضي الله تعالى عنه، في كتاب " أفضل الصلوات على سيد السادات" للعارف الرباني القاضي يوسف النبهاني - رضي الله تعالى عنه و عـلـيـكـم الـســلام و رحـمـة الله تـعـالـى و بـركـاتـه

ARSIP BLOG

MENU UTAMA

KISAH KANG ANWAR

TASAWUF

MUNAJAT ILAHY

Tampilkan postingan dengan label HUMOR SUFI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HUMOR SUFI. Tampilkan semua postingan

MIMIPI TERINDAH

02 Januari 2013

Kisah-kisah teladan - Humor Sufi
Nasruddin mengenakan jubah sufinya dan memutuskan untuk melakukan sebuah pengembaraan suci. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang yogi dan seorang pendeta.

Mereka bertiga sepakat membentuk tim. Ketika sampai di sebuah perkampungan, kedua teman seperjalanan meminta Nasruddin untuk mencari dana, sementara mereka berdua berdakwah. Nasruddin berhasil mengumpulkan uang yang kemudian dibelanjakannya untuk halwa.

Nasruddin menyarankan agar makanan itu segera dibagi, tapi yang lain merasa belum terlalu lapar sehingga diputuskan untuk membaginya pada malam harinya saja.

Mereka bertiga melanjutkan perjalanan. Dan ketika malam tiba, Nasruddin langsung meminta porsinya "karena akulah alat untuk memperoleh makanan itu."

Sementara itu, yang lain tidak setuju. Sang pendeta mengajukan alasan. Karena bentuk tubuhnya yang paling bagus, maka pantaslah kalau ia yang makan lebih dulu.

Sang yogi juga menyampaikan keadaan dirinya bahwa ia hanya makan sekali dalam tiga hari terakhir ini. Karenanya harus mendapat bagian yang lebih banyak.

Akhirnya mereka putuskan untuk tidur dengan sebuah janji bahwa yang malamnya bermimpi paling bagus, boleh makan halwa lebih dulu. Begitu bangun, sang pendeta bilang: "Dalam mimpi aku melihat pendiri agamaku membuat tanda salib. Itu berarti aku telah memperoleh berkah istimewa."

Yang lain merasa amat terkesan, tapi kemudian sang yogi menyambung: "Aku mimpi pergi ke Nirwana, tapi tidak menemukan apa-apa."Sekarang giliran Nasruddin.

"Aku mimpi bertemu seorang guru Sufi, Nabi Khidir, yang hanya muncul di depan orang yang paling suci. Ia berkata: 'Nasruddin, makanlah halwa itu sekarang juga!' Dan, tentu saja, aku harus mematuhinya."

KUMPULAN HUMOR GUS DUR 3

17 April 2011


1. PETERNAK LEBAH ALA GUS DUR

Saat Presiden Abdurrahman Wahid menjabat, Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Dephutbun) tidak henti didemo. Setiap hari ada saja kelompok yang berdemonstrasi di departemen yang saat itu dipimpin Nur Mahmudi Ismail.

Tuntutan mereka sama, yang mendeseak pembatalan pengangkatan Sutjipto sebagai Sekjen Dephutbun.

"Sutjipto terlalu tua, copot saja!" teriak salah satu pendemo. "Sutjipto bukan pejabat karir, berikan saja jabatan itu kepada orang dalam!" pekik yang lain. "Pengangkatan Sutjipto berbau KKN, copot saja," bunyi tulisan sebuah poster yang diacungkan.

Rentetan demonstrasi yang sempat melumpuhkan sebagian kegiatan Dephutbun itu. Pasalnya, tidak sedikit karyawan yang ikutan berdemo, yang pada akhirnya menyerempet posisi Menteri Nur Mahmudi sendiri. Tapi Presiden berkeras supaya Sutjipto dipertahankan.

Dalam suasana seperti itulah cucu KH Hasyim Asy'ari itu, melantik pengurus Perhimpunan Peternak Lebah di Jakarta akhir Maret 2000.

Dalam pidatonya, Gus Dur antara lain memaparkan mengenai kondisi peternakan lebah terkini.

"Kita ini setiap tahun masih mengimpor 350 ribu ton lebah dari luar negeri," tutur dia.

"Lah, orang-orang yang berdemo itu, daripada mendemo menterinya mbok lebih baik beternak lebah, supaya kita tidak mengimpor lagi!" pinta Gus Dur.

2. CUMA TAKUT TIGA RODA

Suatu hari, saat Abdurarahman Wahid menjabat sebagai Presiden RI, ada pembicaraan serius. Pembicaraan bertopik isu terhangat dilakukan selesai menghadiri sebuah rapat di Istana Negara.

Diketahui, pembicaraan itu mengenai wabah demam berdarah yang kala itu melanda kota Jakarta. Gus Dur pun sibuk memperbincangkan penyakit mematikan tersebut.

"Menurut Anda, mengapa demam berdarah saat ini semakin marak di Jakarta Pak?" tanya seorang menterinya.

"Ya karena Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso melarang bemo, becak, dan sebentar lagi bajaj dilarang beredar di Kota Jakarta ini. Padahal kan nyamuk sini cuma takut sama tiga roda...!"

3. PRESIDEN NYLENEH

Gus Dur selalu dianggap aneh dan berbeda dengan orang lain. Anggapan ini juga dirasakan oleh mantan Menteri Pertahanan Mahfud MD. Dia juga merasa heran kenapa justru dirinya yang saat itu dosen di UII Yogyakarta menjadi Menhan.

"Saya heran kok saya dijadikan Menhan. Gus Dur memang nyleneh. Kalau nggak nyleneh nggak mungkin memilih saya menjadi Menhan," aku Mahfud disambut geer audien dalam satu forum talkshow di televisi swasta nasional.

Mahfud juga pernah mengaku akan mundur dari posisi menteri. "Saat itu saya dapat hujatan yang luar biasa. Belum-belum kok sudah dapat kritikan luar biasa. Saya ketemu teman-teman di Yogya. Dalam suatu rapat, saya tegaskan bahwa saya akan mundur dari menteri. Eh, tidak berselang beberapa menit, Gus Dur telepon: 'Pak Mahfud jangan mundur."

"Yah, begitulah Gus Dur. Aneh, tapi juga luar biasa," kenang Mahfud MD.

4. TAK PUNYA LATAR BELAKANG PRESIDEN

Mantan Presiden Abdurrahman Wahid memang unik. Dalam situasi genting dan sangat penting pun dia masih sering meluncurkan joke-joke yang mencerdaskan.

Seperti yang dituturkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD saat diinterview salah satu televisi swasta. "Waktu itu saya hampir menolak penunjukannya sebagai Menteri Pertahanan. Alasan saya, karena saya tidak memiliki latar belakang soal TNI/Polri atau pertahanan," ujar Mahfud.

Tak dinyana, jawaban Gus Dur waktu itu tidak kalah cerdiknya. "Pak Mahfud harus bisa. Saya saja menjadi Presiden tidak perlu memiliki latar belakang presiden kok," ujar Gus Dur santai.

Karuan saja Mahfud MD pun tidak berkutik. "Gus Dur memang aneh. Kalau nggak aneh, pasti nggak akan memilih saya sebagai Menhan," kelakar Mahfud.

5. AIRPORT ABDURRAHMAN WAHID

Pada akhir April 2000, Gus Dur sempat ke Malang, dan mendarat di Bandara Abdurrahman Saleh. Ini mengingatkan dia pada peristiwa belasan tahun silam, ketika dia mendarat di bandara yang sama dari Jakarta, saat masih ada penerbangan reguler dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Malang.

Waktu itu Gus Dur bersama antara lain Almarhum Jaksa Agung Sukarton Marmosujono. Sebagaimana lazimnya untuk rombongan orang penting, mereka pun disambut oleh pasukan Banser NU.

Ketika romobongan sudah berangkat ke Selorejo, sekitar 60 kilometer dari bandara, petugas Banser melapor pada poskonya melalui handy talky.

"Halo, halo, rojer," kata Mas Banser. "Lapor: Abdurahman Saleh sudah mendarat di airport Abdurrahman Wahid!" Yah, kebalik.

6. BUTO CAKIL DEMONSTRAN

Punakawan selalu digambarkan sebagai kstaria. Musuhnya jelek-jelek semua, misalnya Buto Cakil. Punakawan sering diculik, dibawa berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Tapi, menurut Ki Tedjo, sekarang semuanya serba tak jelas. Perilaku kesatria pun tak jelas. Yang jadi Punakawan pun tak jelas. Yang disebut istana pun tak jelas. Sebab saat ini masih banyak istana, ada yang di Cendana, ada yang di sana, pokoknya di mana-mana.

"Supaya rakyat tentram, mbok ya (para elite politik) itu kalau berantem caranya yang cerdas lah. Rakyat seperti kita ini kan juga perlu tahu. Bukan begitu, Gus?"

"Sebelum tahu istananya, harus tahu dulu siapa demonstrannya," jawab Gus Dur.

"Ya sebelum tahu demonstrannya, harus tahu dulu siapa yang membayari."

7. MEMINTA DITEMANI GADIS DIHOTEL?

Seorang gadis, hitam manis, duduk di sebuah bar.

"Permisi, boleh saya mentraktir Anda minum?" tawar seorang laki-laki muda menghampirinya.
"Apa ke hotel?" teriak si gadis.
"Bukan, bukan. Jangan salah paham. Saya hanya menawari minuman ...."

"Kau meminta aku menemanimu ke hotel?" teriak si gadis lebih keras.

Merasa ditolak, dengan perasaan malu, laki-laki muda itu beringsut dan duduk di sudut ruangan. Semua orang di bar menatap laki-laki dengan sinis dan mencibir.

Beberapa menit kemudian, si gadis menghampiri si laki-laki muda itu.

"Maafkan saya. Saya sedang menyamar. Sebenarnya, saya adalah seorang mahasiswi psikologi yang sedang mempelajari tingkah laku manusia di situasi yang tidak dikehendakinya."

Si laki-laki menatap dengan tampang dingin. Kemudian berteriak dengan amat kerasnya, "Berapa? Dua ratus ribu???"
By.kanganwar.blogspot.com
sumber:okezone.com

KUMPULAN HUMOR GUS DUR 2


1. PENDETA POHON

Siapakah orang yang paling dikagumi Gus Dur? Itulah pertanyaan Jaya Suprana pada kesempatan dalam talk show di TPI beberapa waktu silam.

Untuk kawasan Asia ini, jawab Gus Dur, ada dua orang yang dianggap sebagai orang yang dianggapnya sebagai guru yang sangat dihormatinya. Satu adalah Kim Dae Jung dari Korea Selatan, dan satu lagi Sulaksiwaraksa dari Thailand.

"Kenapa Gus Dur menganggap Sulak itu guru?" tanya Jaya.

"Karena dia itu pernah dua kali mau dihukum mati karena dianggap menghina Raja," jawab Gus Dur. "Padahal dia itu pernah mencoba menyelamatkan hutan."

Menurut Gus Dur, hukum di Thailand menetapkan bahwa seorang pendeta Budha tidak diperbolehkan mencampuri urusan negara. Nah, Sulaksiwaraksa itu dianggap melanggar hukum, lalu dijatuhi hukuman penjara, meskipun bukan hukuman mati.

Lalu apa dosa Biksu Sulaksiwaraksa itu sebenarnya?

"Dia melakukan aksi membungkus pohon dengan sarung layaknya pendeta Budha. Lalu pohon itu dilantiknya menjadi biksu.

2. TAROWEH DISKON

PADA masa kekuasaan Presiden Habibie, Gus Dur pernah mampir ke rumah Pak Harto di Cendana. Gus Dur mengajak seorang yang disebut dengan "kiai kampung" dari Metro, Lampung Tengah. Waktu itu bulan puasa.

Setelah berbuka dan omong-omong seperlunya, Pak Harto nyeletuk, "Gus Dur dan Pak Kiai ini bakal sampai malam kan di sini?"

"O tidak," jawab Gus Dur. "Saya harus segera pergi, karena ada janji dengan Gus Joyo, adik Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tapi Pak Kiai ini biar tinggal di sini. Maksudnya buat ngimami (menjadi imam) salat taraweh, kan?"

Pak Harto manggut-manggut.

"Tapi," lanjut Gus Dur, "Sebelumnya perlu ada klarifikasi dulu?"

"Klarifikasi apa?" tanya Pak Harto.

"Harus jelas dulu, Tarawihnya mau pakai gaya NU? Kalau NU lama bagaimana, kalau NU baru bagaimana?" tanya Pak Harto makin heran.

"Loh apa ada macam-macam gaya NU? Kalau gaya NU lama, tarawihnya 23 rakaat. Gaya NU baru, diskon 60 persen (11 rakaat)!"

Pak Harto cuma ketawa, karena tidak terlalu paham. Dan Pak Kiai nyeletuk, "Iya, deh. Diskon 60 persen pun nggak apa-apa,"

Harap diketahui, "Tarawih diskon" menjadi 11 rakaat itu adalah gaya Muhammadiyah.

Keluarga Pak Harto sendiri disebut orang "Hidup dengan cara Muhammadiyah, mati dengan cara NU". Sebab, Pak Harto pernah mengaku bahwa dia semasa sekolah di Yogyakarta belajar di SMP Muhammadiyah (jadi "berakidah" Muhammadiyah). Tapi ketika Bu Tien meninggal, rumahnya di Cendana sibuk dengan macam-macam tahlilan (tiga hari, tujuh hari, 40 hari, 100 hari dan seterusnya), yang merupakan trade mark NU.

Jadi kalau Gus Dur menawarkan "Tarawih diskon" 11 rakaat itu, Pak Harto dengan senang hati menerima saja. Itu artinya kembali ke "khittah".

3. KEPUTUSAN RAPAT

Saat masih berada di bangku sekolah, Gus Dur memang terkenal sebagai anak yang usil bin jail.

Pernah suatu kali dia berusaha mengerjai guru Bahasa Inggrisnya, dengan seember air, yang digantung di pintu kamar mandi di sekolahnya. Karuan saja, saat sang guru hendak membuka pintu, "Byuur!" basah kuyuplah sang guru asal Batak tersebut.

Namun ketika sang guru bertanya, "Siapa yang punya ide untuk menaruh ember itu di situ?"

Sambil menahan tawa Gus Dur menjawab, "Awalnya memang saya yang punya ide Bu. Tetapi kemudian sudah menjadi keputusan rapat."

4. TAK JAWAB SMS, KARENA TULISANNYA JELEK

Suatu ketika Gus Dur membagi-bagikan handphone kepada sejumlah kiai NU. Tentu saja para kiai ini agak kikuk dengan teknologi telepon genggam itu.

Karena merasa sejumlah kiai koleganya sudah mendapatkan handphone, Gus Dur pun dengan mudah menghubungi mereka lewat telepon genggam tersebut.

Pada satu kesempatan, Gus Dur meminta kepada asistennya untuk mengirimkan SMS ke salah seorang kiai. Namun, lama ditunggu, jawaban dari sang kiai tak kunjung didapat. Alhasil Gus Dur pun menelepon sang kiai.

"Pak kiai, kalau ada SMS dari umat mbok ya dijawab," kata Gus Dur.

Lantas dengan polosnya sang kiai menjawab, "Waduh Gus, saya nggak nulis di handphone ini, soalnya tulisan saya jelek."

5. PENGALAMAN GUS DUR NAIK HAJI

Gus Dur seperti tidak pernah kehabisan cerita, khususnya yang bernada sindiran politik. Menurut dia, ada kejadian menarik di masa pemerintah Orde Baru.

Suatu kali Presiden Soeharto berangkat ke Mekkah untuk berhaji. Karena yang pegi seorang persiden, tentu sejumlah menteri harus ikut mendampingi. Salah satunya "peminta pertunjuk" yang paling rajin, Menteri Penerangan Harmoko.

Setelah melewati beberapa ritual haji, rombongan Soeharto pun melaksanakan jumrah, yakni simbol untuk mengusir setan dengan cara melempar batu ke sebuah tiang mirip patung. Di sini lah muncul masalah, terutama bagi Harmoko.

Beberapa kali batu yang dilemparkannya selau berbalik menghantam jidatnya. "Wah kenapa jadi begini ya?" cerita Gus Dus menuturkan pernyataan Harmoko yang saat itu tampak gemetar karena takut.

Lalu Harmoko pindah posisi. Hasilnya sama saja, batu yang dilemparnya seperti ada yang melempar balik ke arah dirinya. Setelah tujuh kali lemparan hasilnya selalu sama, Harmoko pun menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari posisi presiden untuk "minta petunjuk". Setelah ketemu, lalu dengan lega ia tergopoh-gopoh menghampiri Bapak Presiden.

Namun, sebelum sampai di hadapan Soeharto, ia turut mendengar bisikan "Hai manuia, sesama setan jangan saling lempar."

6. CERITA GUS DUR SOAL NAIK KERETA

Setelah mendapat larangan dari dokternya untuk tidak melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat terbang, Gus Dur kemudian nekat untuk berpergian jauh menggunakan kereta api.

"Anda mau pergi naik kerata api Gus? Memangnya Anda pikir bisa sampai tepat waktu dengan naik kereta api?" ledek si dokter.

"Anda jangan meremehkan, kereta itu cepet banget loh!" jawab mantan Presiden RI ke-4 itu.

"Kereta api mana yang bisa menandingi kecepatan pesawat terbang?" tanya dokter.

"Oho.. Anda jangan salah. Semua kereta api bisa lebih cepat dari pesawat," kilah pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 ini.

"Anda mimpi kali. Semua orang juga tahu kalau pesawat itu jelas lebih cepat dibandingkan kereta api," cecar sang dokter.

"Wah, Anda salah. Memang sekarang ini pesawat lebih cepat. Tapi itu karena kereta api baru bisa merangkak. Coba kalau kereta api nanti sudah bisa berdiri dan bisa lari. Wuiih.. pasti bakalan jauh lebih cepat dari pesawat," jawab Gus Dur, disambut wajah kecut sang dokter.

By. kanganwar.blogspot.com
sumber:okezone.com

KUMPULAN HUMOR GUS DUR 1


1. MENYENGSARAKAN ANGGOTA DPR

SUATU hari di negara antah berantah, muncul suatu kebijakan baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya di negara lain.

Kebijakan itu yakni, setiap orang yang berstatus wakil dinaikkan pangkatnya. Wakil presiden jadi presiden, wakil direktur menjadi direktur, wakil komandan menjadi komandan wakil gubernur menjadi gubernur, wakil RT menjadi ketua RT dan seterusnya. Yang penting dalam program ini tidak ada penggusuran posisi. Perkara ada posisi ganda, itu bisa diatur dalam pembagian tugasnya.

Masalah pembengkakan anggaran, semua ditanggung oleh negara. Sesudah mantap dengan rencana itu, diajukanlah program ini ke DPR untuk mendapatkan persetujuan mereka. Ternyata mereka menolak. Betul-betul menolak keras. Bahkan, ditolak mentah-mentah dengan sangat keras.

Alasannya, program ini menyengsarakan anggota DPR. Bayangkan, mereka akan berubah status dari wakil rakyat menjadi rakyat.

2. NYEBUT BANG........ !

PENAMPILAN Gus Dur ketika memberikan pengantar pidato kenegaraan menyambut HUT ke-55 Kemerdekaan RI di Sidang Paripurna DPR Agustus 2000, jauh berbeda dibanding saat ia hadir di tempat yang sama untuk menjawab interpelasi DPR. Kali ini dia tampak tegang. Wajahnya agak cemberut.

Namun segala ketegangan akhirnya cair juga. Para anggota DPR malah beberapa kali dibuat terpingkal-pingkal oleh guyonannya.

Di tengah-tengah pidato tanpa teks itu, Gus Dur bercerita tentang seorang kondektur bus asal Sumatera Utara yang bergelantungan di pintu bus. Ketika bus melaju kencang, rupanya sopir bus tak tahu kalau sang kondektur terjatuh kesenggol bus lain. Sang kondektur pun jatuh tersungkur. Kepalanya langsung membentur jalan dan retak. Napasnya sudah Senin Kemis terputus-putus.

Saat itulah datang seorang Betawi yang mencoba menolong kondetktur yang sekarat itu.

"Bang nyebut bang, nyebut," katanya sambil mendekatkan mulutnya ke telinga kanan kondektur itu.

Maksud orang Betawi ini, agar kondektur yang sekarat tadi menyebut kalimat Syahadat La ilaha ilallah, sebelum meninggal. Tapi karena kondektur tadi bukan orang Islam, dia mengaitkan permintaan nyebut tadi dengan profesinya.

Maka sesaat sebelum menghembuskan napas terakhirnya, sang kondektur tadi sempat menyebut, "Blo..M-Depo....Blo M-Depo..."

3. JIHAD DAN JAHID

AMBON bergejolak. Kerusuhan belum juga reda setelah dua tahun berlangsung. Sebagian masyarakat pun berdemonstrasi di depan Istana Presiden.

Presiden kala itu dijabat oleh Gus Dur, yang telah wafat pada 30 Desember 2009.

Mereka dengan mengatasnamakan kepentingan umat Islam, meminta pemerintah segera menyelesaikan kasus Maluku, yang belum juga tampak tanda-tanda akan reda. Mereka mengancam, kalau pemerintah tidak tidak bisa bisa menyelesaikan kasus itu, mereka akan pergi berjihad ke kota di Indonesia Timur itu.

Melihat massa yang berdemonstrasi begitu banyak, di depan Istana pula, Gus Dur mempersilakan wakil mereka untuk berdialog di dalam Istana.

Dalam dialog yang berlangsung, rupanya titik temu sulit tercapai. Bahkan sesekali terdengar suara keras dari luar ruangan tempat pembicara mereka. Rupanya demonstran bersikeras akan tetap berjihad ke Ambon.

Pertemuan yang hanya berlangsung beberapa menit itu, lantaran tegangnya suasana, akhirnya bubar tanpa kesepakatan tanpa apa-apa.

Dua hari kemudian, kepada sejumlah tamu yang berkunjung ke Istana. Presiden Gus Dur menceritakan peristiwa itu. Dia lalu menyatakan, pemerintah akan bertindak tegas.

"Saya tidak perduli," tandas Gus Dur.

"Yang Kristen kek, yang Islam kek , kalau menggagu keamanan akan kita tindak. Mau jihad kek, mau jahid kek, kalau mengganggu akan ditangkap!"

Para tamunya hanya terngaga saja, tak sempat bertanya. Mestinya mereka boleh tanya, "Kalau jihad sih kita sudah paham. Tapi jahid itu apa artinya Gus?

4. TK ABDURRAHMAN WAHID

SETELAH Gus Dur meninggal dunia, banyak pihak yang mengusulkan agar namanya diabadikan sebagai nama antara lain pada universitas, museum, nama jalan. Hal ini sebagai bentuk apresiasi atas jasa-jasa mantan Presiden RI tersebut.

Misalnya Universitas Abdurrahman Wahid di Jakarta, Museum Gus Dur di Jombang, Jalan Abdurrahman Wahid di Surabya, serta Wahid Institute.

Maraknya perbincangan itu membuat pengurus LTMI PBNU Mukhlas teringat dengan humor Gus Dur waktu berkunjung ke Jombang.

Di tempat kelahirannya itu, kata Mukhlas, Gus Dur pernah bercerita bahwa nama kakeknya telah diabadikan menjadi nama universitas, yaitu Institut Keislaman Hasyim Asy'ari (IKAHA) Tebuireng.

Sementara nama ayahnya telah diabadikan menjadi nama SMA A. Wahid Hasyim Tebuireng dan SMP A. Wahid Hasyim. “Nah berarti saya nanti cuma kebagian TK Abdurrahman Wahid,” ujar Gus Dur, seperti ditirukan Mukhlas.

5. GUS DUR DAN MEGAWATI TERNYATA SAUDARA LHO....

DALAM dialog TVRI, yang dipandu Garin Nugroho dan Usi Karundeng, saat menjabat sebagai presiden, Gus Dur ditanya tentang hubungannya yang memburuk dengan Megawati. Gus Dur pun membantahnya.

Sebab, kata dia, dirinya dan Megawati masih kerabat cukup dekat. Loh ini benar-benar berita baru. Dari mana asal-usul hubungan kekerabatnnya itu?

"Lah Megawati itu kan anaknya Bung Karno," jawab Gus Dur, tentu semua orang sudah tahu. "Lah Bung Karno itu siapa? Kan keturunan Raden Patah (Raja pertama kerajaan Islam Demak) Saya sendiri siapa? Saya ini keturunan adiknya Raden Patah," imbuhnya.

Tentu saja pernyataan ini membuat pekerjaan besar para sejarahwan Indonesia, untuk mengecek kebenaran info dari Gus Dur itu. Yang jelas jajaran Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sendiri sungguh tak paham ihwal hubungan darah Gus Dur dan Megawati ini.

Seorang tokoh PKB, saat ditanya wartawan di Gedung DPR sambil mengangkat tangan mengaku, "Wah soal ini saya tidak tahu menahu," dan buru-buru melangkah pergi, khawatir diminta penjelasan mengenai ketidaktahuannya itu.

6. JANGAN DIMASUKIN AKAL, TAPI MASUKIN KERTAS DONK.....

CERITA ini sudah lama, sewaktu Almarhum Gus Dur masih menjabat sebagai orang nomor satu di PBNU. Kantor PBNU waktu itu baru saja dilengkapi dengan mesin faksimili.

Hari itu, Arifin Junaidi (Wakil Sekjen PBNU kala itu) tengah memperagakan cara mengirim faksimili di depan Gus Dur. Di saat bersamaan mantan Presiden RI keempat ini kedatangan seorang rekannya. Mereka bertiga jadi memperhatikan mesin canggih itu.

"Loh ngirim tulisan pakai mesin ini apa bisa diterima persis di sana?" tanya rekan Gus Dur terheran-heran.

Arifin menjawab yakin, "Lah iya no!"

Setelah Arifin memfaksimili, tiba-tiba ada faks masuk. Mendengar bunyi dan masuknya faks itu membuat rekan Gus Dur semakin kagum saja.

"Wah mesin faks ini memang luar biasa, nggak masuk di akal ya," komentar rekan Gus Dur itu sambil geleng-geleng kepala.

Spontan Gus Dur langsung nyeletuk, "Ya jangan dimasukkin akal dong, dimasukin kertas to yo," jawab ringan Gus Dur menggunakan dialek Jawa.

7. OOOOOOH..... INTERNET

Suatu kali ada Kiai Madura yang membanggakan pembangunan pesantrennya kepada Gus Dur.

"Wah.. pesantren saya sudah jadi. Lengkap, bangunannya luas, bertingkat." Katanya dengan wajah bangga. "Kapan-kapan Gus Dur harus ke sana. Soalnya sudah lengkap dengan eternit!" tambahnya.

"Eternit?" tanya Gus Dur sambil berfikir, setiap bangunan kan memang perlu eternit.

"Payah moso enggak ngerti. Itu loh yang pakai komputer...!"

"Ohhh.. internet," jawab Gus Dur bersama-sama beberapa orang yang hadir sambil tertawa.

By.kanganwar.blogspot.com
sumber: okezone.com

ABU NAWAS - MENSIASATI PEMBOHONG

20 Maret 2011


Kawan-kawan Abu Nawas merencanakan akan mengadakan perjalanan wisata ke hutan. Tetapi tanpa keikutsertaan Abu Nawas perjalanan akan terasa memenatkan dan membosankan. Sehingga mereka beramai-ramai pergi ke rumah Abu Nawas untuk mengajaknya ikut serta.

Abu Nawas tidak keberatan. Mereka berangkat dengan mengendarai keledai masing-masing sambil bercengkrama. Tak terasa mereka telah menempuh hampir separo perjalanan. Kini mereka tiba di pertigaan jalan yang jauh dari perumahan penduduk. Mereka berhenti karena mereka ragu-ragu. Setahu mereka kedua jalan itu memang menuju ke hutan tetapi hutan yang mereka tuju adalah hutan wisata. Bukan hutan yang dihuni binatang-binatang buas yang justru akan membahayakan jiwa mereka. Abu Nawas hanya bisa menyarankan untuk tidak meneruskan perjalanan karena bila salah pilih maka mereka semua tak akan pernah bisa kembali. Bukankah lebih bijaksana bila kita meninggalkan sesuatu yang meragukan?

Tetapi salah seorang dari mereka tiba-tiba berkata, "Aku mempunyai dua orang sahabat yang tinggal dekat semak-semak sebelah sana. Mereka adalah saudara kembar. Tak ada seorang pun yang bisa membedakan keduanya karena rupa mereka begitu mirip. Yang satu selalu berkata jujur sedangkan yang lainnya selalu berkata bohong. Dan mereka adalah orang-orang aneh karena mereka hanya mau menjawab satu pertanyaan saja."
"Apakah engkau mengenali salah satu dari mereka yang selalu berkata benar?" tanya Abu Nawas.
"Tidak." jawab kawan Abu Nawas singkat.

"Baiklah kalau begitu kita beristirahat sejenak." usul Abu Nawas. Abu Nawas makan daging dengan madu bersama kawan-kawannya. Seusai makan mereka berangkat menuju ke rumah yang dihuni dua orang kembar bersaudara. Setelah pintu dibuka, maka keluarlah salah seorang dari dua orang kembar bersaudara itu. "Maaf, aku sangat sibuk hari ini. Engkau hanya boleh mengajukan satu pertanyaan saja. Tidak boleh lebih." katanya.

Kemudian Abu Nawas menghampiri orang itu dan berbisik. Orang itu pun juga menjawab dengan cara berbisik pula kepada Abu Nawas. Abu Nawas mengucapkan terima kasih dan segera mohon diri.

"Hutan yang kita tuju melewati jalan sebelah kanan." kata Abu Nawas mantap kepada kawankawannya.
"Bagaimana kau bisa memutuskan harus menempuh jalan sebelah kanan? Sedangkan kita tidak tahu apakah orang yang kita tanya itu orang yang selalu berkata benar atau yang selalu berkata bohong?" tanya salah seorang dari mereka.

"Karena orang yang kutanya menunjukkan jalan yang sebelah kiri," kata Abu Nawas. Karena masih belum mengerti juga, maka Abu Nawas menjelaskan.
"Tadi aku bertanya: Apa yang akan dikatakan saudaramu bila aku bertanya jalan yang mana yang menuju hutan yang indah?"

Bila jalan yang benar itu sebelah kanan dan bila orang itu kebetulan yang selalu berkata benar maka ia akan menjawab: Jalan sebelah kiri, karena ia tahu saudara Kembarnya akan mengatakan jalan sebelah kiri sebab saudara kembarnya selalu berbohong.

Bila orang itu kebetulan yang selalu berkata bohong, maka ia akan menjawab: jalan sebelah kiri, karena Ia tahu saudara kembarnya akan mengatakan jalan sebelah kanan sebab saudara kembarnya selalu berkata benar.

ABU NAWAS MELARANG RUKU' DAN SUJUD

09 Februari 2011

Syahdan, Khalifah Harun al-Rasyid marah besar pada sahibnya yang karib dan setia, yaitu Abu Nawas. Ia ingin menghukum mati Abu Nawas setelah menerima laporan bahwa Abu Nawas mengeluarkan fatwa: tidak mau ruku’ dan sujud dalam salat. Lebih lagi, Harun al-Rasyid mendengar Abu Nawas berkata bahwa ia khalifah yang suka fitnah! Menurut pembantu-pembantu-nya, Abu Nawas telah layak dipancung karena melanggar syariat Islam dan menyebar fitnah. Khalifah mulai terpancing. Tapi untung ada seorang pembantunya yang memberi saran, hendaknya Khalifah melakukan tabayun (konfirmasi) dulu pada Abu Nawas.

Abu Nawas pun digeret menghadap Khalifah. Kini, ia menjadi pesakitan. ”Hai Abu Nawas, benar kamu berpendapat tidak ruku’ dan sujud dalam salat?” tanya Khalifah dengan keras.

Abu Nawas menjawab dengan tenang, ”Benar, Saudaraku.”

Khalifah kembali bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi, ”Benar kamu berkata kepada masyarakat bahwa aku, Harun al-Rasyid, adalah seorang khalifah yang suka fitnah?”

Abu Nawas menjawab, ”Benar, Saudara-ku.”

Khalifah berteriak dengan suara menggelegar, ”Kamu memang pantas dihukum mati, karena melanggar syariat Islam dan menebarkan fitnah tentang khalifah!”

Abu Nawas tersenyum seraya berkata-, ”Saudaraku, memang aku tidak menolak bahwa aku telah mengeluarkan dua pendapat tadi, tapi sepertinya kabar yang sampai padamu tidak lengkap, kata-kataku dipelintir, dijagal, seolah-olah aku berkata salah.”

Khalifah berkata dengan ketus, ”Apa maksudmu? Jangan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya.”

Abu Nawas beranjak dari duduknya dan menjelaskan dengan tenang, ”Saudaraku, aku memang berkata ruku’ dan sujud tidak perlu dalam salat, tapi dalam salat apa? Waktu itu aku menjelaskan tata cara salat jenazah yang memang tidak perlu ruku’ dan sujud.”

”Bagaimana soal aku yang suka fitnah?” tanya Khalifah.

Abu Nawas menjawab dengan senyuman, ”Kalau itu, aku sedang menjelaskan tafsir ayat 28 Surat Al-Anfal, yang berbunyi ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah ujian bagimu. Sebagai seorang khalifah dan seorang ayah, kamu sangat menyukai kekayaan dan anak-anakmu, berarti kamu suka ’fitnah’ (ujian) itu.” Mendengar penjelasan Abu Nawas yang sekaligus kritikan, Khalifah Harun al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar.

Rupanya, kedekatan Abu Nawas dengan Harun alRa-syid menyulut iri dan dengki di antara pembantu-pembantunya. Abu Nawas memanggil Khalifah dengan ”ya akhi” (saudaraku). Hubungan di antara mereka bukan antara tuan dan hamba. Pembantu-pembantu khalifah yang hasud ingin memisahkan hubungan akrab tersebut de-ngan memutarbalikkan berita.

MEMENJARAKAN ANGIN

ABU NAWAS MEMENJARAKAN ANGIN
Abu Nawas kaget bukan main ketika seorang utusan Baginda Raja datang ke rumahnya.
Ia harus menghadap Baginda secepatnya. Entah permainan apa lagi yang akan dihadapi kali ini. Pikiran Abu Nawas berloncatan ke sana kemari. Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman.

"Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut.
Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan.

"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil." tanya Abu Nawas.
"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya." kata Baginda.

Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ia tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti, tetapi ia bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin. Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak. Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari.

Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan.
Ia yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihariapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.

Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja.
Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar - benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap. Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda, Ia berjalan gontai menuju istana.

Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.
"Bukankah jin itu tidak terlihat?"
Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. ia berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian manuju istana.

Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.
Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas.

"Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas? "

"Sudah Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu.
Baginda menimbang-nimang batol itu.

"Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda.
Di dalam, Tuanku yang mulia." jawab Abu Nawas penuh takzim.
"Aku tak melihat apa-apa." kata Baginda Raja.
"Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu." kata Abu Nawas menjelaskan.

Setelah tutup botol dibuka. Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyengat hidung.
"Bau apa ini, hai Abu Nawas?" tanya Baginda marah.
"Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba. masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol." kata Abu Nawas ketakutan.

Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal.
"Heheheheh kau memang pintar Abu Nawas."
Tapi... jangan keburu tertawa dulu, dengar dulu apa kata Abu Nawas.
"Baginda...!" "Ya Abu Nawas!"
"Hamba sebenarnya cukup pusing memikirkan cara melaksanakan tugas memenjarakan angin ini."
"Lalu apa maksudmu Abu Nawas?"
"Hamba. minta ganti rugi."
"Kau hendak memeras seorang Raja..!?"
"Oh, bukan begitu Baginda."
"Lalu apa maumu?"
"Baginda harus memberi saya hadiah berupa uang sekedar untuk bisa belanja dalam satu bulan."
"Kalau tidak?"
tantang Baginda.
"Kalau tidak... hamba akan menceritakan kepada khalayak ramai bahwa Baginda telah dengan sengaja mencium kentut hamba!"
"Hah?" Baginda kaget dan jengkel tapi kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Baik permintaanmu kukabulkan!"

MENJEBAK PENCURI

03 Februari 2011

Kisah-kisah Teladan : Menjebak Pencuri
Pada zaman dahulu orang berpikir dengan cara yang amat sederhana. Dan karena kesederhanaan berpikir ini seorang pencuri yang telah berhasil menggondol seratus keping lebih uang emas milik seorang saudagar kaya tidak sudi menyerah. Hakim telah berusaha keras dengan berbagai cara tetapi tidak berhasil menemukan pencurinya. Karena merasa putus asa pemilik harta itu mengumumkan kepada siapa saja yang telah mencuri harta miliknya merelakan separo dari jumlah uang emas itu menjadi milik sang pencuri bila sang pencuri bersedia mangembalikan.

Tetapi pencuri itu malah tidak berani menampakkan bayangannya. Kini kasus itu semakin ruwet tanpa penyelesaian yang jelas. Maksud baik saudagar kaya itu tidak mendapat-tanggapan yang sepantasnya dari sang pencuri. Maka tidak bisa disalahkan bila saudagar itu mengadakan sayembara yang berisi barang siapa berhasil menemukan pencuri uang emasnya, ia berhak sepenuhnya memiliki harta yang dicuri. Tidak sedikit orang yang mencoba tetapi semuanya kandas.

Sehingga pencuri itu bertambah merasa aman tentram karena ia yakin jati dirinya tak akan terjangkau. Yang lebih menjengkelkan adalah ia juga berpura-pura mengikuti sayembara. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa menghadapi orang seperti ini bagaikan menghadapi jin. Mereka tahu kita sedangkan kita tidak. Seorang penduduk berkata kepada hakim setempat.

"Mengapa tuan hakim tidak minta bantuan Abu Nawas saja?"
"Bukankah Abu Nawas sedang tidak ada di tempat?" kata hakim itu balik bertanya.
"Kemana dia?" tanya orang itu.
"Ke Damakus." jawab hakim
"Untuk keperluan apa?" orang itu ingin tahu.
"Memenuhi undangan pangeran negeri itu." kata hakim.
"Kapan ia datang?" tanya orang itu lagi.
"Mungkin dua hari lagi." jawab hakim. Kini harapan tertumpu sepenuhnya di atas pundak Abu Nawas.

Pencuri yang selama ini merasa aman sekarang menjadi resah dan tertekan. Ia merencanakan meninggalkan kampung halaman dengan membawa serta uang emas yang berhasil dicuri. Tetapi ia membatalkan niat karena dengan menyingkir ke luar daerah berarti sama halnya dengan membuka topeng dirinya sendiri. Ia lalu bertekad tetap tinggal apapun yang akan terjadi.

Abu Nawas telah kembali ke Baghdad karena tugasnya telah selesai. Abu Nawas menerima tawaran mengikuti sayembara menemukan pencuri uang emas. Hati pencuri uang emas itu tambah berdebar tak karuan mendengar Abu Nawas menyiapkan siasat. Keesokan harinya semua penduduk dusun diharuskan berkumpul di depan gedung pengadilan. Abu Nawas hadir dengan membawa tongkat dalam jumlah besar. Tongkat-tongkat itu mempunyai ukuran yang sama panjang.

Tanpa berkata-kata Abu Nawas membagi-bagikan tongkat-tongkat yang dibawanya dari rumah. Setelah masing-masing mendapat satu tongkat, Abu Nawas berpidato, "Tongkat-tongkat itu telah aku mantrai. Besok pagi kalian harus menyerahkan kembaii tongkat yang telah aku bagikan. Jangan khawatir, tongkat yang dipegang oleh pencuri selama ini menyembunyikan diri akan bertambah panjang satu jari telunjuk. Sekarang pulanglah kalian."

Orang-orang yang merasa tidak mencuri tentu tidak mempunyai pikiran apa-apa. Tetapi sebaliknya, si pencuri uang emas itu merasa ketakutan. Ia tidak bisa memejamkan mata walaupun malam semakin larut. Ia terus berpikir keras. Kemudian ia memutuskan memotong tongkatnya sepanjang satu jari telunjuk dengan begitu tongkatnya akan tetap kelihatan seperti ukuran semula. Pagi hari orang mulai berkumpul di depan gedung pengadilan. Pencuri itu merasa tenang karena ia yakin tongkatnya tidak akan bisa diketahui karena ia telah memotongnya sepanjang satu jari telunjuk. Bukankah tongkat si pencuri akan bertambah panjang satu jari telunjuk? Ia memuji kecerdikan diri sendiri karena ia ternyata akan bisa mengelabui Abu Nawas.

Antrian panjang mulai terbentuk. Abu Nawas memeriksa tongkat-tongkat yang dibagikan kemarin. Pada giliran si pencuri tiba Abu Nawas segera mengetahui karena tongkat yang dibawanya bertambah pendek satu jari telunjuk. Abu Nawas tahu pencuri itu pasti melakukan pemotongan pada tongkatnya karena ia takut tongkatnya bertambah panjang.

Pencuri itu diadili dan dihukum sesuai dengan kesalahannya. Seratus keping lebih uang emas kini berpindah ke tangan Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas tetap bijaksana, sebagian dari hadiah itu diserahkan kembali kepada keluarga si pencuri, sebagian lagi untuk orang-orang miskin dan sisanya untuk keluarga Abu Nawas sendiri.

TIPS KANG ANWAR

Loading...
Sponsored By :Kang Anwar.

LANGGANAN

Posting Terbaru

GRATIS UPDATE BERITA, silahkan Berlangganan !

Kang Anwar Selalu update setiap waktu Untuk berlangganan via email, kirimkan email anda di sini

Email Anda:

Powered by Feed My Inbox

KAJIAN KANG ANWAR

 

© Copyright Media Kang Anwar 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.