MEMPERERAT UKHUWAH ISLAMIYAH
17 Oktober 2009
“Ukhuwah islamiyah” dua kata yang sering kita kumandangkan disetiap even-even yang menghantarkan kita untuk menyatukan sifat persaudaraan dan persatuan. Istilah yang bermakna ‘persaudaraan antar sesama kaum beriman’. Adalah sebuah Istilah yang sering diambil sebagai tema ketika para muballigh, juru da’wah, ulama dan khatib-khatib serta kita yang notabenenya sebagai mahasiswa muslim sering mendengungkan istilah tersebut ketika menyerukan agar persaudaraan antar sesama kaum beriman ditegakkan.
“Ukhuwah islamiyah” adalah sebuah resep yang paling ampuh untuk mengatasi persoalan yang sering kali terjadi dikalangan umat islam. Apalagi umat islam diseluruh muka bumi yang sering kali lalai dan lengah akan indahnya ukhuwah islamiyah. Dengan melihat didataran muka bumi dari umat islam sendiri yang masih tetap berjalan dengan jalannya masing-masing. Namun tidak dipungkiri bahwa sejalan dengan kenyataan islam adalah agama yang paling pesat dan luas menyebar diantara umat manusia dalam tataran keagamaan, persaudaraan berdasarkan iman (ukhuwah islamiyah) adalah sangat sentral, dan tentu tepat sekali jika diyakini sebagai obat mujarab berbagai penyakit umat.
Tentunya kita sebagai umat yang beriman lebih mengerti bahwa persaudaraan dalam rangka kemajemukan bukan ketunggalan. Karena pada hakikatnya sifat alamiah manusia yang berbeda-beda sesuai dengan Sunnatullah, maka hal tersebut sangatlah logis bahwa ajaran Allah tentang persaudaraan berdasarkan iman, diberikan dalam kerangka kemajemukan (pluralitas), bukan ketunggalan (monolitika). Sebab hukum perbedaan yang ditetapkan Allah untuk umat manusia itu juga berlaku pada kalangan kaum beriman sendiri. Bagaimanapun, kaum beriman terdiri dari pribadi-pribadi dengan latar belakang biografi, sosial dan budaya yang berbeda-beda. Dan persaudaraan berdasarkan iman atau Ukhuwah islamiyah dalam kerangka kemajemukan itu dengan jelas diajarkan Allah dalam suatu deretan Firman:
Jika dua kelompok dari kalangan orang-orang beriman bertikai, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu bertindak melewati batas terhadap yang lain, maka perangilah yang melewati batas itu sampai kembali kepada perintah (ajaran) Allah. Dan jika kembali, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil serta tegakkanlah kejujuran. Sesunguhnya Allah cinta kepada orang-orang menegakkan kejujuran.
Sesungguhnya orang-orang beriman itu tidak lain adalah bersaudara. Maka damaikanlah antara dua saudaramu, dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu dirahmati.
Hai orang-orang yang beriman! janganlah ada suatu dolongan yang merendahkan golongan lain, boleh jadi mereka (yang direndahkan) itu lebih baik daripada mereka (yang merendahkan). Juga janganlah ada suatu golongan wanita (yang merendahkan) golongan wanita lain, boleh jadi mereka (yang direndahkan) itu lebih baik daripada mereka (yang merendahkan). Jangan pula kamu sekalian saling mencela, dan saling memangil sesamamu dengan panggilan-pangilan (yang tidak baik). Seburuk-buruknya nama ialah (nama) kefasikan (yang diberikan kepada orang lain) setelah iman. Barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Hai orang-orang yang beriman! jauhilah banyak perasangka! Sebab sesungguhnya sebagian dari perasangka itu adalah jahat. Dan janganlah kamu mengintai-intai (mencari-cari kesalahan orang lain), jangan pula sebagian dari kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah suka seseorang dari kamu memakan daging saudaranya dalam keadaan mati (menjadi mayat), sehingga kamu jijik kepadanya?! Bertakwalah kepada Allah! Sesunguhnya Allah itu Maha Pemberi taubat (ampunan) dan Maha Penyayang.
Hai sekalian umat manusia! Sesungguhnya kami telah ciptakan kamu sekalian dari lelaki dan perempuan, kemudian kami jadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar supaya kamu saling mengenal sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
(Q, s. Al-Hujuraat/49:9-13)
Itulah deretan Firman suci yang harus kita fahami berkenaan dengan ajaran tentang persaudaraan berdasarkan iman atau ukhuwah islamiyah. Selain menegaskan prinsip bahwa kaum beriman itu bersaudara, deretan suci itu juga memberi petunjuk konkrit dan praktis tentang bagaimana memelihara persaudaraan dikalangan kaum beriman sehingga terciptalah jalinan ukhuwah islamiyah yang kokoh. Tentunya dengan sederetan firman Allah diatas kita dapat mengambil beberapa hal yang amat sangat penting untuk kita perhatikan dalam kehidupan guna mencari solusi dalam merajut ukhuwah islamiyah. Disini penulis mencoba mengambil point-point yang terkandung dari beberapa ayat diatas yang berkaitan dengan ukhuwah islamiyah. Ialah Bahwa semua orang yang beriman adalah saudara satu dengan lainnya. Namun kaum beriman itu tidaklah semuanya sama dalam segala hal.
Adanya perbedaan mungkin saja menimbulkan pertikaian, yang harus selalu diusahakan perdamaiannya. Perdamaian antara dua kelompok yang bertikai itu adalah dalam rangka taqwa kepada Allah. Dan dengan taqwa itu Allah akan menganugerahkan rahmat-Nya yang mendasari jiwa persaudaraan. Maka harus ada sikap saling menghormati, dengan tidak merendahkan suatu golongan lain. Setiap golongan harus cukup rendah hati untuk mengakui kemungkinan diri mereka salah, dan golongan lain benar. Sejalan dengan itu dilarang saling menghina sesama kaum beriman. Juga dilarang memberi nama ejekan satu sama lain, apalagi ejekan kejahatan. Yang tidak mengikuti itu semua adalah orang-orang zalim. Kaum beriman harus menjauhkan banyak prasangka, karena itu bisa jahat. Juga dilarang saling mencari kesalahan. Dan dilarang pula melakukan pengumpatan (ghibah, back bitting), yaitu membicarakan keburukakan sesama ketika yang dibicarakan itu tidak ada ditempat pembicaraan. Melakukakn ghibah itu adalah bagaikan memakan daging mayat saudara sendiri, sebab orang yang dibicarakan keburukannya itu, karena tidak ditempat, tidak dapat membela diri, apalagi melawan. Jadi ghibah adalah kejahatan ganda, suatu kejahatan diatas kejahatan. Sekali lagi kita kaum beriman diseru untuk selalu bertakwa kepada Allah, yaitu menyadari akan adanya pengawasan Allah yang selalu hadir dimanapun kita berada, sehingga tidak sepatutnyalah seorang yang beriman melakukan sesuatu yang tidak diperkenankan oleh-Nya. Taqwa kepada Allah menghasilkan bimbingan kearah budi pekerti yang luhur, maka Allah akan mengampuni kita dan memberi rahmat-Nya kepada kita. Lebih lanjut, kita diingatkan bahwa seluruh umat manusia pun diciptakan Allah berbeda-beda, karena dijadikan oleh-Nya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Itu semua tidak lain ialah agar kita saling kenal dengan sikap saling menghormati (arti luas dari kata bahasa Ta’aruf.
Kita tidak boleh membagi manusia menjadi ‘tinggi-rendah’ karena pertimbangan-pertimbangan kenisbatan, seperti kebangsaan, kesukuan, dan lain-lain. Sebab dalam pandangan Allah, manusia tinggi dan rendah hanyalah berdasarkan tingkat ketaqwaan yang telah diperolehnya. Manusia tidak akan mengetahuai dan tidak diperkenankan menilai atau mengukur tingkat ketaqwaan sesamanya. Allah yang Maha Tahu dan Maha Teliti.
Label:
ETIKA DAN AKHLAQUL KARIMAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar