TERBARU :
السلام عليكم ورحمة الله تعالى وبركاته# بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه التصوف الإسلامي هو مقام الإحسان الذي قال عنه رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراكِ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيَّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةٍ تُنْجِينَا بِهَا مِنْ جَمِيعِ الْمِحَنِ وَالإِحَنِ وَالأَهْوَالِ وَالْبَلِيَّاتِ وَتُسَلِّمُنَا بِهَا مِنْ جَمِيعِ الْفِتَنِ وَالأَسْقَامِ وَالآفَاتِ وَالْعَاهَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيعِ الْعُيُوبِ وَالسَّيِّئَاتِ وَالآفَاتِ وَالْعَاهَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيعَ الْخَطِيئَاتِ وَتَقْضِي لَنَا بِهَا جَمِيعَ مَا نَطْلُبُهُ مِنَ الْحَاجَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ يَا رَبِّ يَا الله يَا مُجِيبَ الدَّعَوَاتِ.... " اهـ . [ من صلوات العارف الرباني الإمام الغوث الصمداني عبد القادر الجيلاني - رضي الله تعالى عنه، في كتاب " أفضل الصلوات على سيد السادات" للعارف الرباني القاضي يوسف النبهاني - رضي الله تعالى عنه و عـلـيـكـم الـســلام و رحـمـة الله تـعـالـى و بـركـاتـه

Terjamah MAULID AL-BARZANJI II

17 Februari 2011

Terjamah MAULID AL-BARZANJI II

Beliau tumbuh dalam sehari seperti pertumbuhan anak kecil dalam sebulan dengan perhatian Tuhan. Beliau telah berdiri di atas kedua telapak kakinya pada usia tiga bulan, berjalan pada usia lima bulan, dan kekuatannya telah kuat pada usia sembilan bulan, dan fasih ucapannya.

Lalu malaikat membelah dadanya yang mulia ketika beliau tinggal dengan Halimah. Kedua malaikat itu mengeluarkan gumpalan darah dari dada itu. Keduanya menghilangkan bagian setan (bagian yang dapat dimasuki setan) dan keduanya mencucinya dengan salju, lalu memenuhinya dengan hikmah dan maknamakna keimanan. Kemudian keduanya menjahitnya kembali dan mengecapnya dengan cap kenabian.

Setelah itu mereka menimbangnya. Ternyata beliau mengungguli seribu orang dari umatnya, umat pilihan. Beliau tumbuh dengan sifat-sifat yang paling sempurna sejak kanak-kanaknya. Kemudian Halimah mengembalikannya kepada ibunya meskipun merasa berat dengan pengembalian itu. Itu ia lakukan karena takut beliau mengalami malapetaka yang dikhawatirkannya.

Halimah datang kepada beliau pada hari-hari setelah beliau menikah dengan Khadijah, seorang nyonya yang baik (budi dan rupanya). Lalu ia menerima pemberian yang banyak dari beliau. Halimah juga datang kepada beliau pada Perang Hunain, lalu beliau bangun menemuinya, dan ia pun memperoleh pemberian yang banyak. Beliau bentangkan kebajikan dan kedermawanan untuknya dari selendangnya yang mulia.

Menurut pendapat yang shahih, Halimah telah masuk Islam bersama suaminya dan anak-cucunya. Dan sekelompok perawi terpercaya memasukkan keduanya ke dalam golongan sahabat.

Ketika beliau mencapai usia empat tahun, ibunya berangkat dengannya ke Madinah. Kemudian ia kembali lalu wafat di Abwa’ atau Syi‘bul Hajun. Lalu beliau dibawa oleh pengasuhnya, Ummu Aiman Al-Habasyiah, yang nantinya beliau nikahkan dengan Zaid bin Haritsah, maula (bekas budak) beliau. Ummu Aiman memasukkan beliau ke tempat kakeknya, Abdul Muthalib. Maka Abdul Muthalib memeluknya dan ia sangat sayang kepadanya. Lalu ia berkata, “Sesungguhnya anakku (cucuku) ini mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, maka beruntunglah orang yang menghormati dan memuliakannya.”

Beliau, yang enggan mengadu, tidak pernah mengadu lapar dan haus di waktu kanak-kanak. Sering kali beliau pergi di waktu pagi lalu beliau minum (sebagai pengganti makan) air zamzam, sehingga membuatnya kenyang dan segar. Ketika kematian menjemput kakeknya, Abdul Muthalib, pamannya, saudara kandung ayahnya, Abu Thalib, menanggungnya, dengan memeliharanya. Ia melaksanakan penanggungan itu dengan kemauan keras dan penuh semangat. Abu Thalib mendahulukan beliau dibandingkan dirinya dan anak-anaknya, dan ia juga mendidiknya.

Saat beliau mencapai umur dua belas tahun, pamannya membawanya pergi ke negeri Syam. Pendeta Buhaira mengenalnya karena sifat kenabian yang ada pada diri beliau. Dan ia berkata, “Aku yakin, beliau adalah pemimpin seluruh alam, utusan Allah, dan nabi-Nya. Pohon dan batu sujud kepadanya, padahal keduanya tidak sujud kecuali kepada nabi yang selalu kembali kepada Allah. Sesungguhnya kami mendapati sifatnya di dalam kitab samawi yang terdahulu.” Di antara kedua bahunya terdapat cap kenabian yang telah diratai oleh cahaya.

Pendeta itu menyuruh pamannya untuk mengembalikannya ke Makkah, karena mengkhawatirkan beliau dari perlakuan para pemeluk agama Yahudi. Maka Abu Thalib membawa pulang beliau dari Syam yang suci tidak melalui Bashrah.

Ketika mencapai usia dua puluh lima tahun, beliau berpergian ke Bashrah untuk memperdagangkan barang-barang Khadijah, seorang wanita yang tertutup (karena selalu di rumah). Beliau ditemani budak laki-laki Khadijah, Maisarah, untuk membantu beliau.

Dalam perjalanan, beliau singgah di bawah pohon di depan biara Nastura, seorang pendeta Nasrani. Pendeta itu mengenalnya karena bayangan pohon condong kepadanya dan melindunginya. Sang pendeta berkata, “Tidaklah singgah di pohon ini kecuali seorang nabi yang mempunyai sifat yang bersih dan seorang rasul (utusan) yang telah dikhususkan dan diberi keutamaan oleh Allah Ta`ala.”

Kemudian pendeta itu berkata kepada Maisarah, “Apakah pada kedua matanya terdapat tanda kemerah-merahan yang menunjukkan tanda yang tersembunyi (samar)?” Maisarah menjawab, “Ya.” Maka benarlah apa yang diduga dan dimaksudkan oleh pendeta itu tentang beliau. Pendeta itu lalu berkata kepada Maisarah, “Janganlah kamu berpisah darinya, dan bersamanyalah kamu dengan niat yang benar dan maksud yang baik, karena ia termasuk orang yang dimuliakan dan dipilih oleh Allah Ta`ala dengan kenabian!” Kemudian beliau pun kembali ke Makkah. Khadijah, yang sedang bersama perempuan-perempuan lain di dalam kamar, melihatnya datang.

Dua malaikat telah menaungi kepalanya yang mulia dari teriknya matahari. Maisarah memberitahukan kepada Khadijah bahwasanya ia pun melihat hal itu dalam seluruh perjalanannya. Ia juga memberitahukan apa yang dikatakan oleh pendeta itu dan pesan
yang disampaikannya. Allah melipatgandakan keuntungan dalam perdagangan itu dan mengembangkannya. Jelaslah bagi Khadijah mengenai apa yang telah dilihat dan didengarnya bahwa beliau adalah utusan Allah Ta‘ala kepada manusia, yang telah ditentukan oleh Allah Ta‘ala dekat kepada-Nya dan dipilih-Nya. Maka Khadijah meminangnya untuk dirinya agar ia dapat menghirup harum-haruman yang menyegarkan
dari keimanan kepadanya.

Lalu beliau memberitahukan kepada pamanpamannya mengenai apa yang disampaikan oleh wanita yang baik dan taqwa itu. Mereka senang kepada Khadijah karena keutamaan, agama, kecantikan, harta benda, kebangsawanan, dan asal keturunannya. Masing-masing orang dari kaum itu menginginkannya. Abu Thalib meminang dan memujinya setelah memuji Allah dengan pujian yang tinggi. Dan ia mengatakan, “Dia (Muhammad), demi Allah, mempunyai berita yang besar yang perjalanannya itu terpuji.”

Lalu ayah Khadijah mengawinkan dengan beliau. Tapi ada yang mengatakan pamannya, ada pula yang mengatakan saudaranya. Kebahagiaannya yang azali telah ditentukan. Dan ia melahirkan semua putra-putri Nabi SAW, kecuali putra beliau yang beliau namakan Ibrahim.

Ketika beliau mencapai umur tiga puluh lima tahun, suku Quraisy membangun kembali Ka‘bah karena keretakan dindingnya disebabkan oleh banjir Makkah.

Mereka bersengketa mengenai pengangkatan Hajar Aswad. Masing-masing berharap mengangkatnya. Besarlah pembicaraan dan omongan mereka, dan mereka saling bersumpah untuk berperang karena kuatnya kefanatikan itu. Kemudian mereka saling mengajak untuk insaf dan menyerahkan urusan mereka kepada orang yang mempunyai pendapat yang benar dan halus.

Mereka memutuskan, hal itu diserahkan kepada orang yang pertama masuk dari pintu Sadanah Syaibiyah. Ternyata Nabi SAW yang pertama kali masuk. Maka mereka mengatakan, “Ini orang yang terpercaya. Kami semua menerima dan meridhainya.” Maka mereka memberitakan bahwa mereka ridha kepadanya untuk menjadi pengambil keputusan dalam hal yang mendesak ini.

Lalu beliau meletakkan Hajar Aswad itu di selembar kain, kemudian beliau memerintahkan semua kabilah untuk mengangkatnya. Lalu mereka mengangkat ke tempatnya pada sendi bangunan itu. Beliau meletakkannya dengan tangannya yang mulia di tempatnya.


by.kanganwar.blogspot.com
dikutip dari bonus majalah Al-Kisah edisi 2/27/2008
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright Media Kang Anwar 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.